Tetap Prokes! Pandemi COVID-19 Gelombang Ketiga Ancam Indonesia, Diprediksi di Bulan Ini

Kue berbentuk virus corona baru di Praha, Republik Ceko, (06/10/2020) (REUTERS/DAVID W CERNY/Antara)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Selasa, 21 September 2021 | 14:00 WIB

Sariagri - Indonesia dibilang berhasil melewati serangan pandemi COVID-19 gelombang kedua mulai September 2021. Namun, pandemi belum akan berakhir, diprediksi ada ancaman gelombang ketiga.

Diketahui, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mulai berkurang. Melansir data Satgas Covid-19, hingga Minggu (19/9/2021) ada tambahan 2.234 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia. Total menjadi 4.190.763 kasus positif Corona.

Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Corona bertambah 6.186 orang sehingga menjadi sebanyak 3.989.326 orang. Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 145 orang menjadi sebanyak 140.468 orang.

Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 60.969 kasus. Jumlah ini turun 4.097 kasus dari sehari sebelumnya.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memperingatkan gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang berpotensi terjadi di Indonesia. Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, sejumlah negara tengah menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga tersebut.

Tiga gelombang pandemi Covid-19 dunia masing-masing terjadi pada Januari 2021 sebagai puncak pertama, April 2021 puncak kedua, dan Agustus-September 2021 sebagai puncak ketiga. Sementara, RI baru mengalami dua gelombang pandemi Covid-19.

"Kita harus waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan agar kita tidak menyusul third wave atau lonjakan ketiga dalam beberapa bulan ke depan," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden.

Penjelasan Epidemiolog soal Potensi Pandemi COVID-19 Gelombang Ketiga

Menurut Epidemiolog Universitas Grifftith Australia Dicky Budiman, pandemi COVID-19 gelombang ketiga sangat mungkin terjadi, sebab mayoritas masyarakat Indonesia belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah.

“Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky.

Tak hanya virus corona varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya pandemi COVID-19 gelombang ketiga. Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga.

“Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” ujar dia.

Dicky menjelaskan, potensi pandemi COVID-19 gelombang ketiga bersifat dinamis. “Dulu saya memprediksi Oktober, tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desemberpun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” jelasnya.

Ia memaparkan, ini disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat. “Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.

Sementara saat ini, Dicky mengatakan, dalam prediksi terakhir sesuai dengan perkembangan situasi terkini, pandemi Covid-19 gelombang ketiga mundur ke Desember.

Dicky menilai, jika terjadi pandemi COVID-19 gelombang ketiga, diharapkan tidak akan sebesar gelombang sebelumnya. “Kecuali kalau ada varian yang jauh lebih hebat atau setidaknya seperti varian Delta, itu bisa sama (gelombang infeksinya),” tutur dia.

Terkait antisipasi pandemi COVID-19 gelombang ketiga, lanjut Dicky, dapat dilakukan dengan memperketat pintu-pintu masuk di Indonesia. Selain itu juga dilakukan karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan PCR negatif.

Sedangkan dilakukan karantina selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif. Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat.

“PPKM berlevel tetap dilakukan. Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky.

Dicky menyampaikan, meskipun positivity rate rendah, tapi testing, tracing, dan tracking yang dilakukan rendah. Hal ini menjadi satu hal yang perlu diwaspadai.

“Karena berarti kemampuan kita mendeteksi kasus-kasus di masyarakat menjadi tinggi. Sudah dicapai (nilai standar) dari WHO, itu tidak dijamin,” kata dia.

Baca Juga: Tetap Prokes! Pandemi COVID-19 Gelombang Ketiga Ancam Indonesia, Diprediksi di Bulan Ini
Jangan Kecolongan! COVID-19 Varian Mu Sudah Sampai di Negara Tetangga Dekat Indonesia

Kecukupan testing, jelas Dicky, mengikuti ekskalasi pandemi. “Misalnya ada terkonfirmasi 1.000 kasus positif, harus ada tracing minimal 1.000 x 15 (orang), itu minimal. Karea WHO juga menyarankan (tracing ke) 30 orang. Nah ini harus dilakukan,” ujarnya.

Dicky menegaskan, seharusnya juga dilakukan penelusuran lebih lanjut dalam bentuk tracking, seperti kontak kasus level 2 atau level 3. “Saat ini belum (dilakukan), dan menempatkan posisi Indonesia sangat rawan terjadi (gelombang ketiga),”tukasnya.