Rupiah Awal Pekan Ini Diperkirakan Masih Berpotensi Turun

Ilustrasi rupiah terhadap dolar AS di sebuah money changer (antarafoto)

Editor: Yoyok - Senin, 28 Juni 2021 | 09:28 WIB

SariAgri - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (28/6) pagi melemah 20 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp14.445 per dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.425 per dolar AS.

Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, mengatakan nilai tukar rupiah hari ini masih berpotensi tertekan turun melihat pergerakan nilai tukar regional terhadap dolar AS yang terlihat melemah.

Menurutnya, dari eksternal terkait dengan pasar yang masih mengkhawatirkan soal potensi perubahan kebijakan moneter AS ke arah yang lebih ketat. Jumat malam kemarin, Data Core PCE Index y/y (salah satu indikator inflasi AS) bulan Mei menunjukkan kenaikan 3,4 persen. “Angka ini di atas target inflasi Bank Sentral AS sebesar 2 persen. Bank Sentral AS biasanya mempertimbangkan pengetatan moneter bila tingkat inflasi melampaui target,” jelas Ariston kepada Sariagri.id, Senin pagi.

Sedangkan sentimen dari internal, Ariston menyebut lonjakan kasus baru Covid-19 yang terus menembus rekor baru masih menjadi ganjalan untuk penguatan rupiah. “Ini bisa memicu pembatasan aktivitas ekonomi yang lebih ketat untuk menurunkan kasus ke level yang lebih terkendali,” ujarnya.

Ariston mengatakan potensi pelemahan nilai tukar rupiah hari ini ke kisaran Rp14.460 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp14.400 per dolar AS.

Dolar Relatif Stabil

Sementara itu, dolar relatif stabil pada Senin pagi setelah inflasi Amerika Serikat yang sedikit lebih rendah dari perkiraan tidak banyak mengurangi keyakinan investor bahwa Federal Reserve dapat memperketat kebijakan moneter jika tekanan harga konsumen terus meningkat.

Indeks Dolar (Indeks DXY), ukuran greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya bertahan di 91,793, setelah pulih dari level terendah Jumat di 91,524, menyusul rilis data inflasi.

Euro sedikit berubah di 1,19385 dolar AS, berjuang untuk memulihkan level 1,20 dolar AS sementara dolar berkonsolidasi pada 110,80 yen, tidak jauh dari tingkat tertinggi 15 bulan Rabu di 110,105.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) Amerika--tidak termasuk komponen makanan dan energi yang  volatile-- meningkat 0,5 persen setelah naik 0,7 persen pada periode April.

Dalam 12 bulan hingga Mei, indeks harga PCE inti, pengukur inflasi favorit The Fed, melonjak 3,4 persen, kenaikan terbesar sejak April 1992.

Meski inflasi diperkirakan melambat menjelang akhir tahun, tanda-tanda pasar tenaga kerja yang ketat membuat banyak investor ketar-ketir atas tekanan harga yang didorong oleh tingkat upah.

Baca Juga: Rupiah Awal Pekan Ini Diperkirakan Masih Berpotensi Turun
Dibuka Melemah, Rupiah Hari Ini Akan Bergerak Fluktuatif

Di antara sejumlah indikator ekonomi yang akan dirilis pekan ini, data penggajian, Jumat, adalah fokus utama, dengan ekonom memperkirakan peningkatan  non-farm payrolls  675.000. "Bergantung pada data penggajian tersebut, pasar dapat mulai memperhitungkan lebih banyak peluang kenaikan suku bunga tahun depan," kata Yukio Ishizuki, analis Daiwa Securities.

Suku bunga berjangka The Fed Desember 2022 hampir sepenuhnya memperhitungkan kenaikan suku bunga 0,25 poin persentase pada akhir tahun depan. Sementara,  mood  secara umum seputar pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung tetap solid, karena negosiator Senat Republik terkait kesepakatan infrastruktur optimistis tentang RUU bipartisan senilai 1,2 triliun dolar AS setelah Presiden Joe Biden menarik ancamannya untuk memveto tindakan tersebut kecuali rencana pengeluaran Demokrat yang terpisah juga disetujui Kongres.