Berita UMKM - Penjualan langsung ke pelanggan cukup efektif.
SariAgri - Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro yang diterapkan Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat saat ini, mulai memberikan angin segar bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), salah satunya sentra kerajinan kulit Sukaregang, Garut.
Beberapa kali pemberlakuan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, selama pandemi Covid-19 berlangsung, turut melemahkan geliat ekonomi warga, termasuk kelompok usaha mereka.
Pemilik Creasy Gart, Neng Dewi Sunengsih mengatakan, masa pandemi Covid-19 yang berlangsung setahun terakhir, cukup berdampak terhadap geliat usaha industri pengolahan kulit di Garut.
“Saya sendiri omset hilang hingga 70 persen dibanding sebelum Corona (Covid-19)” ujar Dewi, saat ditemui di gerainya, Selasa (23/2).
Mengenakan stelan jaket kulit domba Garut, pemilik Risti Collection itu menyatakan, kebijakan pemberlakuan PSBB hingga beberapa kali, membuat pengunjung berkurang drastis. “Sebenarnya pengunjung masih ada kalau akhir pekan, namun akibat seringnya PSBB, mereka akhirnya enggan datang ke Garut karena takut,” kata dia.
Tetapi, seiring pemberlakuan PPKM berskala mikro dari pemerintah, angin segar kehadiran pengunjung di kalangan pengusaha jaket kulit mulai terasa. “Bertahap lah, namun kita akui sudah mulai ada kenaikan kunjungan tamu,” kata dia.
Saat ini, ritme penjualan barang olahan kulit mulai jaket kulit, sepatu, tas selendang, sandal, topi hingga aksesoris berbahan kulit lainnya, mulai kembali tumbuh. Kondisi itu terus membaik dibanding saat pelaksanaan PSBB di Garut berlangsung. “Saya sempat tidak menjual barang sama sekali karena tidak ada pengunjung yang datang, ya mau bagaimana lagi,” ujarnya.
Untuk mengembalikan asa penjualan produk kerajinan kulit Garut, Dewi panggilan akrab di kalangan pengrajin kulit Sukaregang terpaksa menggunakan pola lama dengan menghubungi langsung beberapa pelanggan setianya via telepon.
“Kadang melalui (penjualan) online kan tidak tentu, akhinya saya hubungi melalui telepon, dan responnya positif, hitung-hitung sambil menjaga silaturahmi dengan pelanggan,” ujar dia.
Hasilnya, penjualan langsung menggunakan pola itu cukup efektif dalam menjajakan barang dagangan produk olahan kerajinan kulit tersebut.
“Lebih mengena, sebab mereka sudah mengetahui kualitas produk kami juga,” ujarnya.
Dewi menyatakan datangnya pandemi harus dijadikan kesempatan para perajin kulit Sukaregang Garut, untuk berlomba menghasilakan produk yang lebih berkualitas. “Istilahnya saat pandemi itu kita siapkan desain terbaru dan terbaik, sehingga pembeli tertarik,” kata dia.
Seiring pemberlakuan PPKM berkala mikro, Dewi berharap pemerintah kembali hadir untuk mensosialisasikan produk kerajinan kulit Sukaregang.
“Apalah artinya produk baru jika pengunjung atau konsumen tidak tahu,” kata dia.
Selain itu, ragam pelatihan peningkatan kualitas kerajinan kulit, mulai pelatihan teknologi agar tidak gaptek, pemahaman mengenai kegiatan ekspor-impor, termasuk penguasaan bahasa asing, bisa kembali digulirkan pemerintah. “Tidak sedikit ada yang pesan dari luar negeri kami belum bisa paham betul,” ujarnya.
Dengan upaya itu, Dewi optimis geliat kerajinan kulit asal kota dodol Garut kembali terpacu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Jika dagangannya ramai kan sebenarnya tambahan buat PAD Garut juga,” ujarnya.