Virus Nipah Jadi Ancaman Baru, Berikut Fakta-fakta Tentangnya

Editor: M Kautsar - Jumat, 29 Januari 2021 | 16:15 WIB
SariAgri - Pandemi Covid-19 belum mereda. Tapi, ancaman baru pandemi muncul. Kali ini, masyarakat dunia dihadapkan dengan ancaman kemunculan virus Nipah
The Guardian menyebut bahwa tidak ada satupun perusahaan farmasi besar di dunia yang siap jika terjadi pandemi berikutnya.
Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation, sebuah nirlaba yang berbasis di Belanda, Jayasree K. Iyer, menyoroti wabah virus Nipah yang terjadi di Cina, dengan tingkat kematian hingga 75 persen. Iyer mengklaim, virus ini berpotensi menjadi risiko pandemi besar berikutnya.
“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar. Nipah bisa meledak kapan saja. Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang resistan terhadap obat," kata dia.
Berikut sejumlah fakta mengenai virus Nipah.
Virus Nipah masuk dalam daftar salah satu dari 10 penyakit menular dari 16 penyakit yang diidentifikasi WHO. Virus ini masuk sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat, bersama dengan Mers dan Sars, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona dan memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada COVID-19 tetapi tidak terlalu menular.
Faktanya, virus Nipah disebar oleh kelelawar buah. Hewan itu dituding menjadi inang alami dari virus yang memiliki angka kematian 40 persen hingga 75 persen tersebut, tergantung di mana wabah itu terjadi.
Mengapa virus Nipah menyeramkan?
Faktanya, virus Nipah disebut menyeramkan karena masa inkubasi penyakit yang lama yang dilaporkan bisa mencapai 45 hari dalam satu kasus. Walhasil, dengan durasi itu memberikan banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, bahkan mereka yang tidak sadar tengah tertular, untuk menyebarkannya.
Virus ini juga dapat menginfeksi berbagai macam hewan, membuat kemungkinan penyebarannya lebih mungkin terjadi. Penularan virus ini juga bisa melalui kontak langsung atau dengan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Seseorang dengan virus Nipah mungkin akan mengalami gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, kelelahan, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang hingga kematian.
Bangladesh dan India merupakan dua negara yang pernah mengalami wabah virus Nipah di masa lalu. Penyebab utamanya, kemungkinan karena konsumsi jus kurma.
Pada malam hari, kelelawar yang terinfeksi akan terbang ke perkebunan kurma dan mengambil sari buahnya saat keluar dari pohon. Kelelawar tersebut kemungkinan buang air kecil di pot penampung.
Penduduk yang tidak tahu akan membelinya pada hari berikutnya dari pedagang kaki lima setempat, meminumnya dan terinfeksi penyakit tersebut.
Dari 11 wabah virus Nipah di Bangladesh dari tahun 2001 hingga 2011, tercatat ada 196 orang terdeteksi dengan 150 jiwa di antaranya meninggal dunia.
Veasna Duong, kepala unit virologi di laboratorium penelitian ilmiah Institut Pasteur Phnom Penh, Kamboja, mengatakan bahwa jus kurma juga sangat populer di negaranya.
Duong dan timnya telah menemukan bahwa kelelawar buah di Kamboja dapat terbang hingga 100 kilometer setiap malam untuk mencari buah.
Itu berarti penduduk di wilayah tersebut perlu khawatir, tidak hanya tentang terlalu dekat dengan kelelawar, tetapi juga khawatir mengonsumsi produk yang mungkin telah terkontaminasi oleh kelelawar yang terinfeksi virus Nipah.
Duong dan timnya juga telah mengidentifikasi situasi berisiko tinggi lainnya, yaitu kotoran kelelawar (disebut guano) menjadi pupuk yang populer di Kamboja dan Thailand dan di daerah pedesaan dengan sedikit kesempatan kerja.