Relaksasi Kebijakan Ekspor Industri Hasil Hutan Selama Pandemi

Ilustrasi industri kayu (Pixabay)

Editor: Arif Sodhiq - Rabu, 2 Desember 2020 | 17:45 WIB

SariAgri - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membuat regulasi sebagai upaya membantu meningkatkan kegiatan ekspor produk kehutanan di masa pandemi COVID-19. Salah satu kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan beberapa waktu lalu.

Dalam UU Cipta Kerja yang menjadi instrumen pembatasan adalah Dokumen V-Legal yang diterbitkan Lembaga Verifikasi Legalitas kayu (LVLK). V-Legal berfungsi sebagai dokumen wajib kepabeanan dalam penyampaian pemberitahuan ekspor barang.

Selain itu terdapat Laporan Surveyor (LS) yang diterbitkan surveyor sebagai dokumen wajib pemenuhan kriteria teknis bagi jenis produk kayu tertentu.

“Seorang eksportir cukup hanya mendapatkan dua dokumen ini. Kalau sudah dapat mereka bisa langsung ekspor,” ujar Direktur Ekspor Produk industri dan Pertambangan Luther Palimbong dalam webinar Rapat Kerja Asosiasi Pengusaha hutan Indonesia (APHI) 2020, Rabu (2/12/2020).

Saat ini dalam pelaksanaan UU Cipta Kerja yang berada di bawah Kemenko Perekonomian, kemendag sedang menggarap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai implementasi UU Cipta Kerja berbasis risiko. Berbasis risiko artinya menganalisis dan mengklasifikasi kategori risiko produk yang ada dalam dokumen V-legal dan Laporan Surveyor (SL).

“Jadi dalam kategori risiko itu ada tiga, risiko rendah, menengah, dan tinggi. Kalau berisiko tinggi maka kami akan menggunakan instrumen-instrumen lain. Kalau tidak masuk ke dalam risiko tinggi maka cukup menggunakan instrumen dua dokumen tersebut,” jelas Luther.

KLHK merupakan instansi yang menunjuk LVLK dalam menerbitkan dokumen V-Legal. Sedangkan Kemendag adalah instansi yang menunjuk surveyor untuk menerbitkan LS.

Baca Juga: Relaksasi Kebijakan Ekspor Industri Hasil Hutan Selama Pandemi
Kemendag Beri Penghargaan kepada Pelaku Usaha Ekspor

“Kami tekankan lagi bahwa dokumen V-Legal dan LS tidak termasuk sebagai perizinan. Jadi untuk kayu, tidak ada perizinan untuk ekspor, tetapi dokumen tersebut hanya sebagai kewajiban saja. Nantinya di RPP dokumen V-legal dan LS akan dimasukan ke dalam lampiran untuk wajib dimiliki para eksportir,” pungkasnya.

Luther menambahkan, Kemendag telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 74 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Industri Kehutanan untuk luas penampang kayu ditingkatkan menjadi 15.000 milimeter persegi dengan jenis kayu merbau, meranti putih dan meranti kuning. Permen tersebut sudah mulai berlaku saat ini dan akan berakhir pada 31 Desember 2021. (Dwi Rachmawati)