Masyarakat Hongkong Beralih ke Produk Pertanian Lokal

Ilustrasi panic buying (Wikimedia)

Editor: Arif Sodhiq - Rabu, 8 April 2020 | 22:28 WIB

SariAgri - Setelah gelombang panic buying beberapa waktu lalu, kini masyarakat Hongkong mulai meninggalkan rak-rak supermarket dan beralih ke produsen lokal untuk mencari produk segar.

Pandemi COVID-19 mengancam rantai pasokan global karena banyak negara memberlakukan pembatasan aktivitas perdagangan. Di Hong Kong, pedagang Pasar tradisional mulai kesulitan mendapatkan pasokan. 

Pasar tradisional di Mapopo Community Farm hanya buka dua kali sepekan. Pasar di pinggiran timur laut Hong Kong itu dibanjiri pembeli hingga dua kali lipat dari biasanya.

"Tiba-tiba, banyak orang datang ke warung kami untuk membeli Sayuran sehingga pasokan kami tidak dapat memenuhi permintaan," kata Becky Au.

Pandemi telah mendorong orang berpikir apa yang dapat diproduksi di Hong Kong," ujar Mandy Tang, seorang pegiat pertanian kota yang mendukung kampanye produk lokal.

"Sama seperti orang-orang mulai membuat masker dan Hand Sanitizer di Hong Kong, epidemi ini mendorong semua orang untuk memikirkan apa yang bisa dilakukan dengan tangan kita sendiri," katanya.

Channel News Asia melaporkan, Hong Kong mengimpor hampir 98 persen sayuran dari negara lain. Padahal, setengah abad lalu, setengah dari sayuran yang dikonsumsi Hongkong ditanam petani lokal.

Tapi produksi Pertanian lokal terus turun seiring dengan pertumbuhan Ekonomi dan urbanisasi Hong Kong yang cepat pada 1960-an dan 70-an. Produk lokal digantikan dengan Impor murah dari Cina daratan.

Baca Juga: Masyarakat Hongkong Beralih ke Produk Pertanian Lokal
Lockdown, Petani Malaysia Terbantu dengan Penjualan Online

"Pandemi membuat kita menyadari lebih banyak bangunan tidak membuat kota lebih bahagia," kata Lau Hoi-lung, seorang peneliti pertanian.

Menurut Lau, Hong Kong harus meninggalkan kebiasaan lamanya yang mengandalkan belanja di seluruh dunia. Sudah saatnya Hong Kong mengandalkan sumber dayanya sendiri agar menjadi lebih tahan terhadap krisis global.(Marthin Budilaksono)