Belajar dari Pendemi Covid-19, Regulasi Konservasi Mesti Dikencangkan

Editor: Tatang Adhiwidharta - Rabu, 25 Januari 2023 | 08:00 WIB
Sariagri - Isu mengenai konservasi masih dianggap kurang 'seksi' di negeri ini. Padahal, belajar dari peristiwa pandemi Covid-19, masalah kesehatan, sosial-ekonomi sempat terhenti.
Hal ini tentu menekankan pentingnya pengelolaan, penanganan dan pengamanan atas tumbuhan dan satwa liar yang mengedepankan pertimbangan risiko zoonosis.
Sebuah peneliti Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Justito Adiprasetio, mengatakan pemberitaan tentang regulasi konservasi perlu ditingkatkan oleh media. Menurutnya, jumlahnya saat ini masih sedikit dan masih dibutuhkan peran yang nyata.
"Berbeda dengan pemberitaan untuk isu-isu lain, politik dan seterusnya, regulasi dalam pemberitaan tentang konservasi, ini saya katakan jumlahnya masih sedikit sekali," ujar Tito dalam kegiatan penguatan kapasitas jurnalis tentang pengarusutamaan risiko zoonosis melalui pendekatan One Health dan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society- Indonesia Program.
Tercatat, ada sejumlah 1,737 berita tentang konservasi dari media daring sepanjang 1 November 2021 sampai 1 November 2022. Justito menuturkan total ada 127 berita atau di bawah 8 persen yang membahas regulasi dalam pemberitaan tentang konservasi.
Terkait relevansi isu, tercatat ada sebanyak 955 berita atau 55 persen bersifat mayor karena menyebutkan dan memiliki relevansi isu yang tinggi, ada 468 berita atau 27 persen bersifat minor. Sebab, hanya menyebutkan saja tapi memiliki relevansi isu yang rendah, dan ada 314 berita atau setara 18 persen bersifat triva yang artinya menyebutkan tetapi tidak berkaitan dengan topik konservasi.
Menurut Justito, pemangku kepentingan yang membicarakan isu-isu konservasi sejauh ini tidak menyampaikan informasi tentang regulasi ke media atau publik, sehingga membuat pengutipan media dan pemahaman jurnalis menjadi sedikit.
Adapun isu konservasi, mesti masuk dalam pengarusutamaan pemberitaan dan diseret ke dalam domain politik, maka perbincangan tentang konservasi dalam bingkai politik harus mengemuka. Hal itu menjadi catatan bagi organisasi nirlaba yang bergerak dalam konservasi, akademisi, dan juga media.
"Kalau kita lihat, aktor pemberitaan di sini termasuk subjek yang dibicarakan dan dikutip secara mayoritas ternyata pemerintah daerah yang sebenarnya kalau kita bisa tangkap adalah pemberitaan tentang konservasi itu banyak yang lingkupnya dari bawah atau ground ditarik ke nasional," papar Tito.
Lebih lanjut, ia menyampaikan pemberitaan daerah ke pusat menjadi sesuatu yang penting dalam isu konservasi. Sayangnya, isu lokal perlu dikomunikasikan agar bisa diterima masyarakat, lantaran pusat dari informasi saat ini berada di Pulau Jawa.
Sementara itu, Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program melihat Pemerintah Indonesia telah mengatur konservasi keanekaragaman hayati melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.
Namun, seiring perkembangan zaman, isu dan tantangan terkait konservasi biodiversitas di Indonesia semakin kompleks sehingga pengaturan dalam regulasi yang telah berlaku selama 23 tahun itu dipandang perlu untuk ditinjau kembali secara komprehensif.
Salah satu aspek yang belum diatur dan penting untuk dicermati lebih mendalam, terutama kaitannya dengan konservasi satwa, dimana konsep pencegahan terhadap risiko zoonosis melalui pendekatan One Health sebagai salah satu pendekatan yang mengedepankan keterhubungan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan secara utuh, sebagai bentuk pembelajaran dari pandemi COVID-19.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kelompok Kerja Kebijakan Konservasi (POKJA Konservasi)—yang merupakan salah satu koalisi yang aktif mengawal regulasi secara substantif sejak tahun 2009—menemukan isu konservasi seharusnya juga melibatkan multi-sektor dan menjangkau masyarakat yang lebih luas. Praktis, partisipasi publik dalam mengawal proses pembahasan RUU KSDAHE dapat terwadahi.
Baca Juga: Belajar dari Pendemi Covid-19, Regulasi Konservasi Mesti Dikencangkan
Lestarikan Satwa Langka, PLN Berhasil Tetaskan 9 Telur Burung Maleo