Perppu Ciptaker Bikin Kaget Pengusaha, Masalah Upah dan Alih Daya Disoal

Seorang pekerja pabrik rokok Djarum Kudus, Jawa Tengah, menunjukkan sejumlah uang tunjangan hari raya (THR) yang diterimanya, Selasa (19/4/2022). (Antara)

Editor: Yoyok - Selasa, 3 Januari 2023 | 21:30 WIB

Sariagri - Kalangan pengusaha mengaku terkejut dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker). Sebab, penerbitan aturan itu tidak melibatkan pengusaha sebagai investor dan pemberi kerja.

“Terus terang perppu itu membuat kami kaget. Seharusnya pelaku usaha sebagai salah satu pemangku kepentingan bisa ikut dilibatkan,” katanya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Diungkapkan, sebaiknya semua pembahasan aturan cipta kerja melibatkan stakeholders terutama yang terkait langsung. 

“Ini kan lucu? Kita yang kasih kerjaan, kita yang ngasih gaji tapi tidak diajak ngomong. Lucu juga tiba-tiba main putus saja,” ujar Hariyadi.

Terkait isi Perppu, Hariyadi mengungkapkan Apindo menyoroti dua isu di klaster ketenagakerjaan yang berubah dalam Perppu Cipta Kerja dari aturan di UU Cipta Kerja yaitu mengenai pengupahan dan alih daya.

“Di dalam pengupahan itu ada perubahan yang tadinya perhitungan untuk upah minimum itu didasarkan kepada inflasi, atau pertumbuhan ekonomi, diambil salah satu yang tertinggi. Tapi di dalam Perppu ini, diambil tiga parameter yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu,” katanya .

Hariyadi menyebutkan, penentuan upah minimum berdasarkan tiga parameter itu dikhawatirkan tidak mencerminkan gambaran upah minimum sebagai jaring pengaman sosial sebagaimana seharusnya.

“Kalau ini tidak mencerminkan jaring pengaman sosial dan ini cenderung nantinya kenaikannya seperti dulu di PP 78/2015, yang kita khawatirkan itu adalah akan terjadi makin jauhnya supply dan demand,” ungkapnya.

Hariyadi menjelaskan kenaikan upah minimum dengan formulasi baru di Perppu akan membuat celah besar antara supply dan permintaan tenaga kerja.

Supply  tenaga kerjanya lajunya tinggi karena rata-rata sekarang sekitar 3 juta per tahun angkatan kerja baru, sedangkan penyerapan atau penyediaan tenaga kerjanya itu semakin menyusut,” katanya.

Menurut Hariyadi, jika tren tersebut tidak diubah, angkatan kerja baru akan kesulitan mendapatkan lapangan kerja baru. Begitu pula mereka yang di sektor informal juga akan semakin sulit masuk ke sektor formal.

Baca Juga: Perppu Ciptaker Bikin Kaget Pengusaha, Masalah Upah dan Alih Daya Disoal
Mendag Optimistis Nilai Ekspor Perdagangan 2023 Capai Rp4.508 Triliun

Di sisi lain, terkait isu alih daya, Apindo menyoroti soal pembatasan yang justru kontraproduktif dengan kondisi dan upaya Indonesia memanfaatkan bonus demografi.

“Ini menurut pandangan kami juga tidak tepat karena Indonesia membutuhkan lapangan kerja sangat besar. Nah, kalau upaya-upaya dan koridor akses ini dipersempit semuanya, maka kembali lagi, kita tidak punya alternatif yang cukup banyak untuk penyediaan lapangan kerja itu,” katanya.